Kebudayaan Daerah Maluku
1. Rumah Adat
Rumah adat Maluku dinamakan
Baileo. Baileo dipakai untuk tempat pertemuan, musyawarah dan upacara adat yang
disebut Saniri Negeri. Rumah tersebut merupakan panggung dan dikelilingi oleh
serambi. Atapnya besar dan tinggi terbuat dari daun rumbia, sedangkan
dindingnya dari tangkai rumbai yang disebut.
Rumah Adat Maluku
(Baileo)
2. Pakaian Adat
Prianya memakai pakaian adat
berupa setelann jas berwarna merah dan hitam, baju dalam yang berenda dan ikat
pinggang. Sedangkan wanitanya memakai baju Cele, semacam kebaya pendek, dan
berkain yang disuji. Perhiasannya berupa anting anting, kalung dan cincin. Pakaian
ini berdasarkan adat Ambon.
3. Tarian
tarian Daerah Maluku
a. Tari Lenso, merupakan tari
pergaulan bagi segenap lapisan masyarakat Maluku.
b. Tari Cakalele, adalah tari
perang yang melukiskan jiwa kepahlawanan yang gagah perkasa.
c. Tari Cakaola, merupakan jenis
tari pergaulan yang digarap berdasarkan unsur unsur gerak tari tradisional
Orlapei dan Saureka reka. Tari ini biasannya ditarikan untuk memeriahkan pesta
pesta atau dipertunjukkan dalam rangka manjamu tamu tamu terhormat.
4. Senjata Tradisional
Senjata tradisional yang terkenal
di Maluku adalah Parang Salawaku. Panjang parang 90-100cm, sedangkan Salawaku
(perisainya) dihiasi dengan motif motif yang melambangkan keberanian.
Parang tersebut terbuat dari
bahan besi yang keras dan ditempa oleh seorang pandai besi khusus. Tangkai
parang terbuat dari kayu keras, seperti kayu besi atau kayu gupasa. Sedangkan
Salawaku (perisainya) terbuat dari kayu yang keras pula. Selain untuk keperluan
perang, parang salawaku dipakai pula dalam menarika tari Cakalele.
5. Suku : Suku dan marga yang terdapat didaerah Maluku
adalah : Rana, Alifuru, Togitil, Furu Aru,.
6. Bahasa Daerah : T ogitil, Furu
Aru, dan Ahfuru.
7. Lagu Daerah : Kole kole, Mande mande, Rasa Sayang Sayange.
Kebudayaan
Maluku
ü Budaya Kalwedo
Salah satu dari banyaknya budaya Maluku adalah
Kalwedo. Kalwedo adalah bukti yang sah atas kepemilikan masyarakat adat di
Maluku Barat Daya (MBD). Kepemilikan ini merupakan kepemilikan bersama atas
kehidupan bersama orang bersaudara. Kalwedo telah mengakar dalam kehidupan baik
budaya maupun bahasa masyarakat adat di kepulauan Babar dan MBD. Pewarisan
budaya Kalwedo dilakukan dalam bentuk permainan bahasa, lakon sehari-hari, adat
istiadat, dan pewacanaan.
Nilai Adat Kalwedo
Kalwedo merupakan budaya yang memiliki nilai-nilai
sosial keseharian, dan juga nilai-nilai religius yang sakral yang menjamin
keselamatan abadi, kedamaian, dan kebahagiaan hidup bersama sebagai orang
bersaudara. Budaya Kalwedo mempersatukan masyarakat di kepulauan Babar maupun
di Maluku Barat Daya dalam sebuah kekerabatan adat, dimana mempersatukan
masyarakat menjadi rumah doa dan istana adat milik bersama. Nilai Kalwedo
diimplementasikan dalam sapaan adat kekeluargaan lintas pulau dan negeri,
yaitu: inanara ama yali (saudara perempuan dan laki-laki). [4] Inanara ama yali
menggambarkan keutamaan hidup dan pusaka kemanusiaan hidup masyarakat MBD, yang
meliputi totalitas hati, jiwa, pikiran dan perilaku.
Nilai-nilai Kalwedo tersebut mengikat tali
persaudaraan masyarakat melalui tradisi hidup Niolilieta/hiolilieta/siolilieta
(hidup berdampingan dengan baik). Tradisi hidup masyarakat MBD dibentuk untuk
saling berbagi dan saling membantu dalam hal potensi alam, sosial, budaya, dan
ekonomi yang diwariskan oleh alam kepulauan.
ü Budaya Hawear
Sasi (Hawear) di Kepulauan Kei
Hawear (Sasi) adalah budaya yang tumbuh dan berlaku
dalam kehidupan masyarakat Kepulauan Kei secara turun menurun. Cerita rakyat,
lagu rakyat, dan berbagai dokumen tertulis merupakan prasarana untuk
melestarikan kekayaan budaya termasuk Hawear. Sejarah Hawear bermula dari
seorang gadis yang diberikan daun kelapa kuning (janur kuning) oleh ayahnya. Kemudian
janur kuning itu disisipkan atau diikat di kain seloi yang dipakainya. Gadis
tersebut melakukan perjalanan panjang untuk menemui seorang raja (Raja Ahar
Danar). Maksud dari janur kuning tersebut sebagai tanda bahwa ia telah dimiliki
oleh seseorang, dimaksudkan agar ia tidak diganggu oleh siapapun selama
perjalanan. Janur kuning tersebut diberikan oleh sang ayah, karena sang ayah
pernah diganggu oleh orang-orang tak dikenal dalam perjalanannya.Hal ini adalah
proses Hawear yang masih dijalankan sesuai dengan maknanya hingga saat ini.
ü Batu Pamali
Batu Pamali adalah simbol material adat masyarakat
Maluku. Selain Baileo, rumah tua, dan teung soa, batu Pamali juga termasuk
mikrosmos dalam negeri-negeri yang ditempati masyarakat adat Maluku.Batu Pamali
merupakan batu alas atau batu dasar berdirinya sebuah negeri adat yang selalu
diletakkan di samping rumah Baileo, sekaligus sebagai representasi kehadiran
leluhur (Tete Nene Moyang) di dalam kehidupan masyarakat. Batu Pamali sebagai
bentuk penyatuan soa-soa dalam negeri adat, dengan demikian batu Pamali adalah
milik bersama setiap soa. [4] Di beberapa negeri adat Maluku, batu Pamali
dimiliki secara kolektif, termasuk negeri adat yang masyarakatnya memeluk agama
yang berbeda. Seiring dengan perkembangan agama di masyarakat, terjadi
pergeseran praktik ritus dan keberadaan batu Pamali.
ü Upacara Fangnea Kidabela
Upacara Fangnea Kidabela memperkokoh hubungan sosial
masyarakat Tanimbar dalam wadah persaudaraan dan persekutuan agar tidak mudah
pecah atau retak.
Makna Upacara Fangnea Kidabela
Upacara Fangnea Kidabela mengandung makna persatuan
dan kesatuan hidup masyarakat Tanimbar baik internal maupun eksternal dalam
setiap situasi. Upacara Fangnea Kidabela juga mengandung makna sebagai
pemanasan, pengerasan, dan pemantapan (fangnea) terhadap persahabatan,
persaudaraan (itawatan) dan keakraban (kidabela) di antara sesama sebagai suatu
persekutuan wilayah teritorial Kampung Sulung di pulau Enus yang terletak di
Selaru bagian selatan pulau Yamdena. Makna upacara Frangnea Kidabela sama dengan
upacara Panas Pela di Ambon, Lease, dan Maluku Tengah. Upacara ini menciptakan
suasana hidup bermasyarakat yang kokoh dan kuat untuk mencegah fenomena konflik
dan perpecahan terhadap hubungan masyarakat.
ü Hibua Lamo
Hibua Lamo adalah rumah besar yang dijadikan simbol
masyarakat adat di Halmahera Utara, sekaligus simbol Pemerintah Kabupaten
Halmahera Utara, Maluku Utara. etnis Tobelo disebut Hibua Lamo yang menjadi
pemersatu semua etnis.Hibua Lamo adalah konstruksi dari nilai-nilai hidup dalam
masyarakat yang mengidentifikasi dirinya sebagai komunitas Hibua Lamo
ü Budaya Arumbae
Lomba Arumbae Manggurebe
Arumbae adalah bentukan karakter masyarakat Maluku, baik yang tinggal di pesisir maupun di pegunungan. Arumbae adalah kebudayaan berlayar dalam masyarakat Maluku. Perjuangan melintasi lautan merupakan bagian dari terbentuknya suatu masyarakat. Sebagai contoh, masyarakat Tanimbar - dalam mitos Barsaidi meyakini bahwa leluhur mereka tiba di pulau Yamdena setelah melewati perjuangan yang sulit di lautanLaut adalah medan penuh bahaya dan Arumbae menstrukturkan cara pandang bahwa laut adalah medan kehidupan yang harus dihadapi. Itulah sebabnya, masyarakat Maluku melihat laut sebagai jembatan persaudaraan yang menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Maluku
sumber refrensi : http://www.kebudayaanindonesia.com/2014/04/kebudayaan-maluku.html